BAB
I
PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang Masalah
Kemerdekaan
merupakan hasil perjuangan bangsa Indonesia oleh generasi terdahulu. Namun bukan berarti perjuangan
berakhir di titik ini saja, karena akhir dari perjuangan merebut kemerdekaan menjadi
langkah baru bagi generasi selanjutnya
untuk mempertahankan serta mengisi kemerdekaan dengan pembangunan di segala
bidang kehidupan.
Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu usaha atau
rangkaian usaha pertumbuhan dan
perubahan yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah, menuju
modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (Siagian, 1983:2-3). Modernitas yang
bertumpu pada nilai-nilai masyarakat bangsa untuk tetap terjaga dan
dipertautkan menjadi asset untuk pembangunan fase yang berkelanjutan dan
berkesinambungan. Pembangunan sosial menurut Conyers (Soetomo,2006.312) diberi
makna dalam pengertian yang lebih umum sebagai pembangunan yang dilakukan dari
dan oleh rakyat. Dalam pengertian yang lain khusus pembangunan sosial dapat
diartikan sabagai pembangunan yang menyangkut aspek non ekonomi dan dalam
rangka tercapainya hak asasi atau kehidupan warga masyarakat sesuai harkat dan
martabatnya sebagai manusia.
Sumarno Nugroho dalam Soetomo (2006:312) menggunakan
pengertian pembangunan sosial yang diambil dari rumusan Pre Conference Working
Party dari International Conference of Sosial Welfare. Dalam rumusan tersebut,
pembangunan sosial diartikan sebagai aspek keseluruhan pembangunan yang
berhubungan dengan relasi-relasi sosialdan nilai-nilai yang berhubungan dengan
hal itu. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa pembangunan sosial memberi perhatian
kepada keseimbangan kehidupan manusia dalam memperbaiki atau menyempurnakan
kondisi-kondisi sosial mereka. Rumusan tersebut termasuk pengertian pembangunan
sosial yang memiliki cakupan yang cukup
luas.
Konsep pembangunan sosial juga dapat dilihat
kaitannya dalam rangka upaya mewujudkan
cita-cita negara Kesejahteraan (Welfare State). Konsep tersebut bersumber dari
pemahaman tentang fungsi negara. Dalam Welfare State, negara tidak lagi hanya
bertugas memelihara ketertiban dan menegakkan hukum, tetapi terutama adalah
meningkatkan kesejahteraan warganya (Ndraha dalam Boediono,2006:313). Dalam
pandangan tersebut, negara dituntut untuk berperan aktif dalam mengusahakan
kesejahteraan rakyatnya, yang didorong oleh pengakuan atau kesadaran bahwa
rakyat berhak memperoleh kesejahteraan sesuai harkat dan martabatnya sebagai
manusia. Dalam banyak hal, hak rakyat untuk memperoleh kesejahteraan ini juga
akan terkait dengan hak-hak asasi manusia.
Gagasan tersebut kemudian akan membawa implikasi
apabila suatu negara yang menganut paham
Welfare State tersebut menyelenggarakan program pembangunan nasional. Dalam hal ini negara yang
bersangkutan dituntut untuk menempatkan pembangunan sosial sebagai bagian
integral dari pembangunan nasionalnya. Oleh sebab itu, dapat dipahami pula
munculnya aspek sosial sebagai salah satu aspek dalam pembangunan nasional di
samping aspek-aspek yang lain seperti ekonomi dan politik. Sebagai
konsekuensinya, pemerintah harus mengalokasikan dana untuk keperluan
pembangunan sosial ini, walaupun dilihat dari upaya mengejar produktivitas dan
menarik manfaat ekonomis, alokasi dana tersebut dianggap tidak produktif,
karena cenderung bersifat konsumtif, setidak-tidaknya dilihat dari perspektif
jangka pendek. Dengan demikian, sebagai salah satu aspek dalam pembangunan
nasional, bidang yang tercakup dalam pembangunan sosial meliputi hal-hal yang
berada diluar aspek ekonomi, yaitu hal-hal yang tidak langsung mempengaruhi
produktivitas dan tidak langsung memberi manfaat ekonomi, tetapi berkaitan dengan harkat martabat dan hak asasinya
sebagai manusia. Walaupun demikian, dilihat dari kacamata pembangunan nasional
sebagai kebulatan, pembangunan sosial tersebut sering diposisikan melengkapi
dan bersifat komplementer terhadap pembangunan ekonomi. Hal tersebut tercermin
dalam definisi yang dirumuskan oleh Midgley (Boediono 2006.3314), yang
menyebutkan bahwa pembangunan sosial adalah suatu proses perubahan sosial yang
terencana yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sebagai
suatu keutuhan, dimana pembangunan ini dilakukan untuk saling melengkapi dengan
dinamika proses pembangunan ekonomi.
Negara Indonesia adalah
Negara berkembang yang kemiskinannya masih merajalela. Padahal Negara yang
melimpah kekayaan alamnya melimpah. Perekonomian Indonesia sejak krisis ekonomi
pada pertengahan 1997 membuat kondisi penduduk Indonesia menjadi tidak stabil
lagi. Apalagi di Negara berkembang seperti Indonesia jumlah angka kemiskinan
belum bias dikurangi dengan jumlah yang banyak, tetapi hanya turun beberapa
persen.
Menurut
Sorjono Soekanto (1990), mengartikan tentang kemiskinan sebagai suatu keadaan
seseorang tidak mampu memelihara dirinya sesuai dengan taraf kehidupan kelompok
dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisik.
Kenyataan
menunjukan bahwa kemiskinan masih terdapat pada penduduk Negara-negara
berkembang termasuk Indonesia. Kemiskinan masih sering dihubungkan dengan
keterbelakangan dan ketertinggalan. Di samping itu kemiskinan juga merupakan
salah satu masalah social yang amat serius. Untuk mencari solusi yang relevan
dalam memecahkan masalah kemiskinan, perlu dipahami sebab kemiskinan.
Indonesia
masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan
pangan. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu
dilakukan secara terpadu melibatkan berbagai sektor baik di tingkat pusat
maupun daerah. Upaya-upaya tersebut telah dicantumkan menjadi salah satu
program prioritas dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2008(www.menkokesra.go.id).
Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) tahun 1998 jumlah penduduk miskin berjumlah 36,5 juta jiwa atau
17,86% dari total jumlah penduduk Indonesia, kemudian jumlah penduduk miskin
pada tahun 2003 mengalami peningkatan yakni mencapai 37,34 juta jiwa.
Kemiskinan itu merata di daerah-daerah di seluruh Indonesia.
Banyumas merupakan salah satu Kabupaten di daerah
Jawa Tengah yang terbilang cukup maju. Pusat pemerintahan berada di Purwokerto.
Walaupun terbilang cukup maju tetapi Banyumas juga mempunyai permasalahan
seperti kabupaten lainnya. Selain pendidikan, penggangguran dan kesehatan,
masalah kemiskinan merupakan masalah utama yang harus diatasi bersama pada
tahun 2010 oleh Pemkab dan seluruh stakeholder atau pelaku pembangunan di
Kabupaten Banyumas. Upaya penanggulangan kemiskinan perlu menjadi perhatian
serius dalam mewujudkan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin.
Berikut adalah data mengenai jumlah
penduduk miskin yang ada di Kabupaten
berdasarkan Pendataaan Program Perlindungan Sosial 2008 (PPLS08):
Jumlah
Rumah Tangga Sasaran kabupaten Banyumas
Untuk
Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2010
Kode
|
Kecamatan
|
Sangat Miskin
|
Miskin
|
Hampir Miskin
|
Total
|
010
|
Lumbir
|
540
|
2.494
|
2.191
|
5.225
|
020
|
Wangon
|
884
|
2.974
|
2.640
|
6.498
|
030
|
Jatilawang
|
958
|
2.955
|
2.724
|
6.637
|
040
|
Rawalo
|
484
|
2.008
|
2.734
|
5.226
|
050
|
Kebasen
|
829
|
2.476
|
2.270
|
5.575
|
060
|
Kemranjen
|
710
|
2.375
|
2.143
|
5.228
|
070
|
Sumpiuh
|
636
|
1.552
|
1.353
|
3.541
|
080
|
Tambak
|
563
|
1.465
|
1.612
|
3.640
|
090
|
Somagede
|
261
|
1.326
|
1.923
|
3.510
|
100
|
Kalibagor
|
752
|
1.916
|
1.760
|
4.428
|
110
|
Banyumas
|
414
|
1.691
|
1.767
|
3.872
|
120
|
Patikraja
|
374
|
2.043
|
2.373
|
4.790
|
130
|
Purwojati
|
240
|
1.416
|
2.191
|
3.847
|
140
|
Ajibarang
|
1.385
|
4.452
|
3.902
|
9.702
|
150
|
Gumelar
|
363
|
1.986
|
2.209
|
4.558
|
160
|
Pekuncen
|
1.078
|
3.564
|
3.848
|
8.490
|
170
|
Cilongok
|
2.768
|
7.318
|
5.061
|
15.147
|
180
|
Karanglewas
|
851
|
2.583
|
2.427
|
5.881
|
190
|
Kedungbanteng
|
772
|
2.378
|
1.995
|
5.145
|
200
|
Baturraden
|
636
|
1.523
|
1.145
|
3.304
|
210
|
Sumbang
|
1.910
|
4.052
|
2.371
|
8.333
|
220
|
Kembaran
|
1.136
|
2.029
|
1.370
|
4.535
|
230
|
Sokaraja
|
651
|
1.772
|
1.918
|
4.341
|
710
|
Purwokerto Selatan
|
546
|
1.223
|
892
|
2.661
|
720
|
Purwokerto Barat
|
277
|
1.197
|
1.321
|
2.795
|
730
|
Purwokerto Timur
|
341
|
1.031
|
1.162
|
2.534
|
740
|
Purwokerto Utara
|
266
|
783
|
724
|
1.728
|
Total
|
20.625
|
62.500
|
58.046
|
141.171
|
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Banyumas
Dari data tersebut
Kecamatan yang memiliki jumlah keluarga miskin paling sedikit adalah Kecamatan
Purwokerto Utara. Itu sangat wajar, karena Purwokerto Utara merupakan daerah
perkotaan yang modern dan mejadi pusat pendidikan. Sehingga banyak penduduk di
daerah Purwokerto Utara membangun kost-kostan dan membangun usaha seperti
warung makan, café, warnet, dsb untuk meningkatkan taraf hidupnya.
Pemerintah berupaya
mengedepankan peran partisipasi masyarakat dengan mengacu pada teori Bottom-Up.
Dalam hal ini pemerintah berharap masyarakat dapat terpacu untuk bisa menembus
perangkap kemiskinan yang melekat pada dirinya sehingga dapat mengurangi jumlah
masyarakat miskin. Salah satunya adalah dengan dicanangkannya Program
Penyaluran Beras Untuk Keluarga Miskin(Raskin). Program Penyaluran Beras Untuk
Keluarga Miskin(Raskin) adalah sebuah program dari pemerintah. Program ini
dilaksanakan di bawah tanggung jawab Departemen Dalam Negeri dan Perum Bulog
sesuai dengan Surat Keputusan Bersama(SKB) Menteri Dalam Negeri dengan Direktur
Utama Perum Bulog Nomor : 25 Tahun 2003 dan Nomor : PKK-12/07/2003, yang
melibatkan instansi terkait, Pemerintah Daerah dan masyarakat.
Program Raskin ini
bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran dari rumah tangga miskin sebagai
bentuk dukungan dalam meningkatkan ketahanan pangan dengan memberikan perlindungan
sosial beras murah dengan jumlah maksimal 15 Kg/rumah tangga miskin/bulan
dengan masing-masing seharga Rp. 1600,00/Kg (Netto) di titik distribusi.
Program ini mencakup di seluruh provinsi, sementara tanggung jawab dari
distribusi beras dari gudang sampai ke titik distribusi di pegang oleh Perum
Bulog (www.digilib.itb.ac.id).
Tujuan pemerintah dalam
Program Raskin ini tidak mungkin luput dalam penyimpangan.
Ada masalah dalam penyaluran program raskin. Mengenai salah sasaran. Program
raskin yang semestinya disalurkan atau dijual kepada keluarga-keluarga miskin
ternyata jatuh pada kelompok masyarakat lain (keluarga sejahtera). Salah
sasaran ini banyak disebabkan oleh human
error, di mana para petugas lapangan justru membagi-bagikan kupon raskin
pada keluarga dekat atau teman kerabatnya. Bahkan tidak sedikit keluarga
sejahtera yang "menagih jatah" beras murah tersebut. Menurut Lembaga
Penelitian SMERU menyatakan bahwa Program Raskin menjangkau 52,6% rumah tangga
miskin dan 36,9% termasuk rumah tangga bukan miskin (keluarga sejahtera).
Bahkan World Bank (2006:215)menyatakan bahwa raskin lebih banyak diterima oleh
rumah tangga bukan miskin.
Menurut Pedum Raskin 2007, terdapat indikator 6T
untuk mengukur tingkat keberhasilan Raskin, yaitu tepat sasaran, tepat jumlah,
tepat harga, tepat waktu, tepat kualitas, dan tepat administrasi. Secara umum,
hasil kajian ini menunjukkan bahwa efektivitas pelaksanaan Program Raskin
relatif rendah. Indikasinya terlihat dari kurangnya sosialisasi dan
transparansi, kekurangtepatan target penerima, harga, jumlah, dan frekuensi
penerimaan beras, tingginya biaya pengelolaan program, belum optimalnya
pelaksanaan monitoring, dan kurang berfungsinya mekanisme pengaduan. Uraian
berikut menyajikan rincian permasalahan tesebut.
Terutama di daerah-daerah kecil seperti Kelurahan
Bobosan Kecamatan Purwokerto Utara. Banyak sekali penyaluran Program Raskin
yang menyimpang. Banyak rumah tangga sejahtera yang mendapatkan Raskin, padahal
rumah tangga itu lebih untuk mencukupi kebutuhannya. Sampai-sampai ada satu
Rukun Tetangga(RT) hampir semua rumah tangga mendapatkan Raskin, padahal rumah
tangga di RT tersebut termasuk kelurga sejahtera. Ada juga RT di Kelurahan
Bobosan yang warganya meminta Raskin jatah per RT dibagi rata kepada seluruh
warga RT tersebut dan ketua RT menyetujuinya, akhirnya masing-masing rumah
tangga mendapatkan 3kg dan dengan harga masing-masing Rp.1600,00/kg. Jadi
masing-masing rumah tangga membayar Rp.6300,00 untuk 3kg Raskin.
Dari paparan implementasi Program Raskin tersebut,
mengetahui masalah dalam penyaluran Program raskin. Berdasarkan pada uraian
tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai
Keberhasilan Implementasi Program Raskin (Beras Untuk Rakyat Miskin) di
Kelurahan Bobosan Kecamatan Purwokerto Utara.
B.Perumusan Masalah
Pemerintah sebagaimana pemerintahan
daerah lain yang mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin memajukan pertumbuhan
ekonomi masing-masing daerah, selalu memahami masyarakat agar menjadi sejahtera
dan masyarakat secara merata mendapat tempat yang layak.
Berdasarkan uraian pada latar
belakang masalah permasalahan yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut:
“
Apakah Program Raskin di Kelurahan Bobosan Kecamatan Purwokerto Utara sudah
berhasil? ”
C.Pembatasan Masalah
Agar Agar masalah ini tidak terlalu
luas dan terfokus pada masalah yang diteliti, maka penelitian ini dibatasi pada
Keberhasilan Implementasi Program Raskin (Beras Untuk Rakyat Miskin) di
Kelurahan Bobosan Kecamatan Purwokerto Utara yang akan dilakukan pada bulan
April 2011.
D.Tujuan dan Kegunaan
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk
mengetahui keberhasilan Program Raskin(Beras Untuk Rakyat Miskin) di Kelurahan
Bobosan Kecamatan Purwokerto Utara.
b. Untuk
mengetahui implementasi Program Raskin berjalan sesuai dengan Pedoman Umum
Raskin.
2. Kegunaan Penelitian
a. Bagi
Pemerintah, diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan suatu kebijaksanaan mengenai penganggulangan kemiskinan dapatkah
diselesaikan dengan Program Raskin.
b. Bagi
Penulis, sebagai salah satu usaha menerapkan ilmu pengetahuan teori yang
diperoleh di bangku kuliah dan menerapkan kedalam kenyataan yang ada pada
masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Pengertian Implementasi
Menurut Wahab 1991 :
45): Implementasi kebijakan merupakan aspek penting dari keseluruhan proses
kebijakan, implementasi kebijakan tidak hanya sekedar bersangkut paut dengan
mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik kedalam prosedur-prosedur
rutin lewat saluran-saluran birokrasi melainkan lebih dari itu. Ini menyangkut
masalah konflik, keputusan dari siapa dan memperoleh apa dari suatu kebijakan.
Ia juga menyatakan, dalam
implementasi khususnya yang dilibatkan oleh banyak organisasi pemerintah
sebenarnya dapat dilihat dari 3 (tiga) sudut pandang yakni : ”(1) pemprakarsa
kebijakan/pembuat kebijakan (the center atau pusat); (2) pejabat-pejabat
pelaksana di lapangan (the periphery); (3) aktor-aktor perorangan diluar
badan-badan pemerintah kepada siapa program-program itu diwujudkan yakni
kelompok-kelompok sasaran”(Wahab,1997 :63).
Secara garis besar garis besar dapat
dikatakan bahwa fungsi implementasi kebijakan adalah untuk membentuk suatu
hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan atau sasaran kebijakan negara
diwujudkan sebagai “Out come“ (hasil akhir) kegiatan kegiatan yang
dilakukan pemerintah. Sebab itu fungsi implementasi mencakup pula penciptaan
apa yang dalam ilmu kebijakan negara tersebut “Policy delivery system”
(sistem penyampaian/penerusan kebijakan negara) yang biasanya terdiri dari
cara-cara atau sarana tertentu yang dirancang/didesain secara khusus serta
diarahkan menuju tercapainya tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang dikehendaki
(Wahab:1990:123-124).
Menurut Menurut Ripley &
Franklin(1986:54) ada dua hal yang menjadi fokus perhatian dalam implementasi,
yaitu compliance (kepatuhan) dan What”s happening ? (Apa yang
terjadi ). Kepatuhan menunjuk pada apakah para implementor patuh terhadap
prosedur atau standard aturan yang telah ditetapkan. Sementara untuk “what’s
happening” mempertanyakan bagaimana proses implementasi itu dilakukan,
hambatan apa yang muncul, apa yang berhasil dicapai, mengapa dan sebagainya.
Jadi implementasi kebijakan tidak
hanya terbatas pada tindakan/perilaku unit birokrasi untuk bertanggungjawab
untuk melaksanakan program, tetapi lebih dari itu jaringan social politik dan
ekonomi yang berpengaruh pada semua pihak terlibat dan akhirnya terdapat suatu
dampak yang tidak diharapkan.
B.Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi Kebijakan
Menurut George C. Edward III (dalam
Subarsono 2005:90) ada empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau
kegagalan implementasi suatu kebijakan, yaitu faktor komunikasi, sumber daya,
struktur birokrasi dan disposisi.
1.
Komunikasi
Secara
umum Edward membahas tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan, yakni:
a. Transmisi
Sebelum penjabat
pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan, ia harus menyadari bahwa
suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksananya telah
dikeluarkan. Hal ini tidak selalu merupakan proses yang langsung sebagaimana
tampaknya. Banyak sekali ditemukan keputusan-keputusan diabaikan atau
seringkali terjadi kesalahpahaman terhadap keputusan yang dikelurkan.
b. Konsisten
Jika
implementasi ingin berlangsung efektif, maka perintah pelaksanaan harus
konsisten dan jelas. Walaupun perintah tersebut mempunyai unsur kejelasan,
tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah tersebut tidak akan
memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankan tugasnya dengan baik.
c. Kejelasan
Edward
mengidentifikasikan enam faktor terjadinya ketidakjelasan komunikasi kebijakan.
Faktor-faktor tersebut adalah kompleksitas kebijakan, keinginan untuk tidak
mengganggu kelompok-kelompok masyarakat, kurangnya konsensus mengenai tujuan
kebijakan, masalah-masalah dalam memulai suatu kebijakan baru, menghindari
pertanggungjawaban kebijakan dan sifat pembuatan kebijakan pengadilan.
2.
Sumber Daya
Sumber
daya adalah faktor paling penting dalam implementasi kebijakan agar efektif.
Sumber daya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi
implementor, dan sumber daya financial. Tanpa adanya sumber daya, kebijakan
hanya tinggal dikertas saja menjadi dokemen.
3.
Disposisi(Kecenderungan)
Disposisi
adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor seperti komitmen,
kejujuran dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang
baik, dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan
oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sifat atau perspektif yang
berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga
menjadi tidak efektif
4.
Struktur Birokrasi
Struktur
organisasi yang bertugas mengimplementsikan kebijakan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang
penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standar
operating procedure atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi implementor dalam
bertindak.
Struktur
organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan
menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks.
Dan pada akhirnya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.
C.Program Beras untuk
Rakyat Miskin (Raskin)
Program Beras untuk
Rakyat Miskin(Raskin) adalah program dari pemerintah untuk mengurangi beban
pengeluaran dari rumah tangga miskin sebagai bentuk dukungan dalam meningkatkan
ketahanan pangan dengan memberikan perlindungan sosial beras murah dengan
jumlah maksimal 15 kg/rumah tangga miskin/bulan dengan masing-masing seharga
Rp. 1600,00 per kg (netto) di titik distribusi. Program ini mencakup di seluruh
provinsi, sementara tanggung jawab dari distribusi beras dari gudang sampai ke
titik distribusi di kelurahan dipegang oleh Perum Bulog.
Pelaksanaan distribusi Raskin
merupakan tanggung jawab dua lembaga, yakni Bulog dan pemerintah daerah
(pemda). Bulog bertanggung jawab terhadap penyaluran beras hingga titik
distribusi, sedangkan pemda bertangungjawab terhadap penyaluran beras dari
titik distribusi hingga rumah tangga sasaran. Selama ini Bulog telah
melaksanakan tugasnya dengan relatif baik dan sesuai aturan pelaksanaan. Namun
demikian, penilaian keberhasilan program tidak dapat dilakukan secara parsial,
karena Raskin merupakan sebuah kesatuan program untuk menyampaikan beras
bersubsidi kepada rumah tangga miskin. Berdasarkan hasil tinjauan dokumen dan
studi lapangan, permasalahan pelaksanaan Raskin banyak terjadi dari titik
distribusi hingga rumah tangga penerima.
1.
Tujuan
dan Sasaran Program Beras untuk Rakyat Miskin(Raskin)
Program Raskin merupakan subsidi pangan
sebagai upaya dari Pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan
memberikan perlindungan pada keluarga miskin melalui pendistribusian beras yang
diharapkan mampu menjangkau keluarga miskin.
Tujuan program raskin adalah memberikan
bantuan dan meningkatkan/membuka akses pangan keluarga miskin dalam rangka
memenuhi kebutuhan beras sebagai upaya peningkatan ketahanan pangan di tingkat
keluarga melalui penjualan beras kepada keluarga penerima manfaat pada tingkat
harga bersubsidi dengan jumlah yang telah ditentukan dan mengurangi beban
pengeluaran rumah tangga sasaran melalui pemenuhan sebangian kebutuhan pangan
pokok dalam bentuk beras.
Sasarannya adalah terbantu dan
terbukanya akses beras keluarga miskin yang telah terdata dengan kuantum
tertentu sesuai dengan hasil musyawarah desa/kelurahan dengan harga bersubsidi
di tempat, sehingga dapat membantu meningkatkan ketahanan pangan keluarga
miskin.
Tahun 2009 : Sasaran Program Raskin tahun 2009 adalah berkurangnya beban pengeluaran 18,5
juta Rumah Tangga Sasaran melalui pendistribusian beras bersubsidi sebanyak 15Kg/RTS/bulan
selama 12 bulan dengan harga Rp1.600/Kg netto ditempat penyerahan yang disepakati
(titik distribusi).
Tahun 2010 :
Sasaran Program Raskin tahun 2010 adalah berkurangnya beban pengeluaran 17,5 juta
Rumah Tangga Sasaran melalui pendistribusian beras bersubsidi sebanyak 156kg/RTS/Tahun
atau setara dengan 13Kg/RTS/bulan selama 12 bulan dengan harga Rp1.600/Kg netto ditempat penyerahan yang disepakati(titik
distribusi). (Sosialisasi Program Raskin 2010 oleh
Ketua Pelaksana Tim Koordinasi Raskin Pusat)
2.
Prinsip
Pengelolaan
Prinsip pengelolaan Raskin adalah suatu
nilai-nilai dasar yang selalu menjadi landasan atau acuan dalam setiap
pengambilan keputusan maupun tindakan yang akan diambil dalam pelaksanaan
rangkaian kegiatan Raskin. Nilai-nilai dasar tersebut diyakini mampu mendorong
terwujudnya tujuan Raskin. Keberpihakan kepada Rumah Tangga Miskin (RTM), yang
maknanya mendorong RTM untuk ikut berperan aktif dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian dan pelestarian seluruh kegiatan Raskin baik di desa
dan kecamatan, termasuk menerima manfaat atau menikmati hasilnya. Transparansi,
yang maknanya membuka akses informasi kepada lintas pelaku Raskin terutama masyarakat
penerima Raskin, yang harus tahu, memahami dan mengerti
(www.bapeda-jabar.go.id)
3.
Sosialisasi
dan Transparasi Informasi
Sosialisasi programmerupakan salah satu
kunci keberhasilan sebuah program, namun kegiatan penting ini tidak diatur
secara rinci dalam Pedum Raskin. Hal ini menjadi salah satu penyebab
bervariasinya kegiatan sosialisasi tingkat aparat antarwilayah dan lemahnya
sosialisasi kepada masyarakat.
a. Tinjauan
dokumen menyimpulkan bahwa sosialisasi Raskin kepada pelaksana di jajaran pemda
mengandalkan pendekatan struktural birokratis dan umumnya tidak dilakukan
secara khusus melainkan dalam bentuk rapat koordinasi. Hal tersebut sejalan
dengan temuan lapangan bahwa sosialisasi kepada aparat dilakukan secara
berjenjang dan seringkali digabungkan dengan monitoring dan evaluasi.
Sosialisasi di tingkat provinsi dilakukan dua kali setahun, sedangkan di
tingkat kabupaten/kota bergantung pada masing-masing pemda.
b. Tinjauan
dokumen dan kunjungan lapangan menyimpulkan bahwa sosialisasi kepada masyarakat
yang mengandalkan penyebaran informasi informal dari aparat desa/kelurahan dan
petugas pembagi merupakan salah satu titik lemah program. Umumnya masyarakat
dan penerima manfaat tidak memperoleh informasi program secara menyeluruh.
Bahkan banyak di antara mereka yang tidak mengetahui informasi umum, seperti
arti Raskin, jatah beras yang seharusnya diterima, harga beras di titik
distribusi, dan frekuensi penerimaan per tahun. Namun demikian, di wilayah yang
dikunjungi, umumnya masyarakat sudah mengetahui esensi program sebagai bantuan
beras dari pemerintah untuk masyarakat miskin.
c. Keterbatasan
sosialisasi berpengaruh terhadap transparansi program kepada masyarakat,
berpotensi menimbulkan korupsi, ketidaktepatan sasaran, dan kesalahan persepsi
aparat pemda bahwa Raskin adalah program Pemerintah Pusat sehingga mempengaruhi
keseriusan mereka dalam mendukung pelaksanaan program.
d. Tinjauan
dokumen dan kunjungan lapangan menunjukkan bahwa transparansi program masih
lemah, baik tentang ketersediaan informasi umum program, daftar penerima
manfaat, maupun tentang penentuan harga. Di semua wilayah studi tidak ditemukan
adanya informasi tentang Program Raskin yang ditempel di tempat umum atau dapat
diakses oleh masyarakat luas. Informasi penerima Raskin yang dapat diakses oleh
masyarakat hanya ditemui di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
(Sumber:
Ektifitas Pelaksanaan Raskin oleh Lembaga Penelitian SMERU)
4.
Pelaksana
Program Beras untuk Rakyat Miskin(Raskin)
Kinerja pelaksanaan Raskin dapat
ditinjau dari aspek-aspek sosialisasi dan transparansi informasi, alokasi,
penargetan, frekuensi pendistribusian, jumlah beras yang diterima penerima
manfaat, sistem pembayaran dan harga beras, serta penggunaan dana. Salah satu
ukuran kinerja masing-masing aspek pelaksanaan Raskin ditentukan oleh
kesesuaian antara aturan program yang tertulis dalam Pedum Raskin dengan
realisasi pelaksanaan berdasarkan informasi dari tinjauan dokumen, analisis
data sekunder, dan temuan lapangan.
Kepala desa/Lurah sebagai penanggung
jawab di tingkat desa/kelurahan bertanggung jawab atas pelaksanaan distribusi
Raskin, penyelesaian pembayaran HPB dan adminstrasi distribusi Raskin di
wilayahnya. Untuk pelaksanaan distribusi Raskin di wilayahnya, kepala
desa/lurah dapat memilih dan menetapkan salah satu dari 3 alternatif Pelaksana
Distribusi Raskin, yaitu:
-
Kelompok Kerja(Pokja)
-
Warung Desa(Wardes)
-
Kelompok
Masyarakat(Pokmas)
Pembentukan Pokmas dan Wardes diatur dalam Pedoman
Teknis tersendiri yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Pedum Raskin.
5.
Penetapan
Penerima Raskin
Penetapan penerima manfaat Program RASKIN di Desa/Kelurahan menggunakan
mekanisme Musyawarah Desa/Kelurahan yang dilaksanakan secara transparan dan
partisipatif. Musyawarah Desa/Kelurahan dilakukan untuk menentukan nama-nama
calon penerima manfaat untuk ditetapkan sebagai RTM penerima manfaat sesuai
dengan sasaran.
Musyawarah
Desa/Kelurahan dipimpin oleh Kepala Desa/Lurah dan diikuti oleh aparat
Desa/Kelurahan (termasuk Kepala Dusun/Lingkungan, RW, RT), PLKB, anggota Badan
Permusyawaratan Desa/Dewan Kelurahan, institusi kemasyarakatan
Desa/Kelurahan, tokoh-tokoh masyarakat (agama, adat, dll.) serta perwakilan
Rumah Tangga Miskin.
Daftar RTM Penerima
Manfaat RASKIN (Format DPM-1) dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani
oleh Kepala Desa/Lurah, dan disahkan oleh Camat setempat. RTM
Penerima Manfaat yang tercantum dalam DPM-1 diberikan identitas berupa tanda
tertentu.
Mekanisme Musyawarah Desa/Kelurahan lebih rinci diatur
oleh Tim RASKIN Provinsi atau Tim RASKIN Kabupaten/Kota dalam Pedoman
Pelaksanaan atau Petunjuk Teknis.
6.
Mekanisme
Distribusi
a. Bupati/Walikota
mengajukan Surat Permintaan Alokasi (SPA) kepada Kadivre/Kasubdivre/KaKansilog berdasarkan alokasi pagu
RASKIN dan Rumah Tangga Miskin Penerima Manfaat RASKIN di masing-masing
Kecamatan dan Desa/Kelurahan.
b. Berdasarkan SPA, Kadivre/Kasubdivre/KaKansilog
menerbitkan SPPB/DO beras untuk masing-masing Kecamatan/Desa/Kelurahan kepada SATKER
RASKIN pada saat beras akan didistribusikan ke Titik Distribusi. Apabila
terdapat tunggakan Harga Penjualan Beras (HPB) pada periode sebelumnya maka
penerbitan SPPB/DO ditangguhkan sampai ada pelunasan.
c. Berdasarkan SPPB/DO, SATKER
RASKIN mengambil beras di gudang penyimpanan Perum BULOG, mengangkut dan
menyerahkan beras RASKIN kepada Pelaksana Distribusi di Titik Distribusi. Kualitas beras yang
diserahkan, harus sesuai dengan kualitas beras BULOG. Apabila dalam penyerahan
ditemukan beras tidak memenuhi standar maka beras dikembalikan kepada SATKER
RASKIN untuk diganti/ditukar.
d. Pelaksanaan Distribusi
menyerahkan beras kepada Rumah Tangga Miskin Penerima Manfaat RASKIN secara
perorangan atau kelompok yang mewakili masyarakat.
e. Mekanisme distribusi secara
lebih rinci agar diatur dalam Pedoman Pelaksanaan RASKIN Provinsi atau Petunjuk
Teknis RASKIN Kabupaten/ Kota disesuaikan dengan kondisi obyektif masing-masing
daerah.
f.
Penyerahan beras di Titik Distribusi dituangkan
dalam Berita Acara Serah Terima (BAST)
yang ditandatangani oleh SATKER RASKIN dan Pelaksana Distribusi yang menerima
beras RASKIN serta diketahui oleh Kepala Desa/ Lurah/Camat atau pejabat yang
mewakili/ditunjuk. Nama dan identitas
penandatangan dicantumkan secara jelas dan dicap/stempel
Desa/Kelurahan/Kecamatan.
g. Berdasarkan
BAST, Divre/Subdivre/Kansilog membuat rekapitulasi Berita Acara
pelaksanaan RASKIN masing-masing Kecamatan (Format MBA-O) yang
ditandatangani SATKER RASKIN Divre/Subdivre/Kansilog dan Tim RASKIN Kecamatan
serta diketahui oleh Camat atau pejabat yang mewakili/ditunjuk.
h. Berdasarkan MBA-O,
Divre/Subdivre/Kansilog membuat Rekapitulasi Berita Acara Pelaksanaan RASKIN
Kabupaten/Kota (Format MBA-1) yang
ditandatangani oleh Kadivre/Kasubdivre/KaKansilog dan Bupati/Walikota atau
pejabat yang mewakili, serta seorang Saksi dari Tim RASKIN Daerah. Nama dan identitas penandatangan dicantumkan
secara jelas dan dicap/distempel.
i.
Pembuatan MBA-1 bisa dilakukan secara
bertahap tanpa harus menunggu MBA-O selesai seluruhnya. Dengan demikian dalam satu Kabupaten/Kota
untuk bulan alokasi yang sama dimungkinkan dibuat lebih dari 1 (satu)
MBA-1. Setelah MBA-1 selesai
ditandatangani segera dikirimkan ke Divre dengan dilampiri copy SPA dan Rekap
SPPB/DO(MDO).
j.
Sebelum dikirim ke Divre, dokumen administrasi
distribusi tersebut diverifikasi terlebih dahulu untuk kelengkapan dan
ketepatannya. Berdasarkan MBA-1, dibuat
rekapitulasi di tingkat Divre (Format MBA-2)
dan langsung dikirim ke Kantor Pusat Perum BULOG.
(Sumber : Buku Pedoman Umum Raskin 2010)
7.
Mekanisme
Pembayaran dan Administrasi
a. Pembayaran
Harga Penjualan Beras (HPB) RASKIN dari Rumah Tangga Miskin Penerima
Manfaat kepada Pelaksana Distribusi dan dari Pelaksana Distribusi kepada SATKER
RASKIN pada prinsipnya dilakukan secara tunai
Rp. 1.600/kg netto.
b. Pelaksanaan Distribusi
membuat daftar pendistribusian beras kepada Rumah Tangga Miskin Penerima
Manfaat RASKIN dan pembayarannya (DPM-2) yang ditandatangani oleh Pelaksana
Distribusi dan diketahui oleh Kades/ Lurah sebagai pertanggungjawaban.
c. Uang HPB RASKIN yang
diterima Pelaksana Distribusi dari Rumah Tangga Miskin Penerima Manfaat harus
langsung diserahkan kepada SATKER RASKIN dan dibuatkan Tanda Terima Pembayaran
(Kuitansi atau TT HPB RASKIN) rangkap 3 oleh SATKER RASKIN.
d. Apabila uang HPB RASKIN
disetorkan langsung oleh Pelaksana Distribusi ke rekening Perum BULOG, maka
bukti setor asli harus diserahkan oleh Pelaksana Distribusi kepada SATKER
RASKIN untuk kemudian diganti dengan Tanda Terima Pembayaran (Kuitansi atau TT
HPB RASKIN) rangkap 3 oleh SATKER RASKIN.
Sebelumnya dikonfirmasi bukti setor tersebut pada Bank yang
bersangkutan.
e. Apabila Rumah Tangga Miskin
Penerima Manfaat tidak mampu membayar tunai, maka prinsip pembayaran tunai
dapat dikecualikan dengan syarat Kades/Lurah/Camat/Bupati/Walikota membuat
jaminan tertulis (Format MJ) dan
pelunasannya selambat-lambatnya sebelum jadwal pendistribusian periode
berikutnya. Apabila sampai batas waktu
pelunasan tidak dipenuhi, maka alokasi RASKIN periode berikutnya ditunda sampai
pelunasannya diselesaikan.
f.
Kabupaten/Kota/Kecamatan/Desa/Kelurahan dapat
menyediakan dana talangan untuk pembayaran HPB RASKIN bagi Rumah Tangga Miskin
yang tidak mampu membayar secara tunai.
(Sumber : Buku Pedoman Umum Raskin 2010)
8.
Pembiayaan
a. Subsidi
RASKIN disediakan oleh pemerintah c.q. Departemen
Keuangan dalam bentuk subsidi pangan yang dicantumkan dalam Undang-Undang No.
45 tahun 2007 tentang APBN 2008.
b. Biaya operasional RASKIN dari gudang Perum BULOG sampai
dan di Titik Distribusi menjadi beban Perum BULOG.
c. Biaya
operasional dari Titik Distribusi sampai di tangan Rumah
Tangga Miskin Penerima Manfaat RASKIN menjadi tanggungjawab Pemerintah
Kabupaten/ Kota dengan tetap mendorong keterlibatan/partisipasi masyarakat.
d. Segala biaya termasuk biaya sosialisasi, koordinasi,
monitoring, evaluasi dan Unit Pengaduan Masyarakat (UPM )
yang dipergunakan untuk mendukung Tim Koordinasi RASKIN Pusat, Tim RASKIN
Provinsi dan Tim RASKIN Kabupaten/Kota, Satker RASKIN dan Pelaksana Distribusi
menjadi beban APBN/APBD dan atau Biaya
Operasional Perum BULOG.
(Sumber : Buku Pedoman Umum Raskin 2010)
BAB III
METODE PENELITIAN DAN
ANALISIS
A.Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian ini
adalah masyarakat yang menerima Program Beras untuk Rakyat Miskin(Raskin) di
Kelurahan Bobosan Kecamatan Purwokerto Utara.
B.Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Kelurahan
Bobosan Kecamatan Purwokerto Utara. Dimana jumlah mayoritas masyarakatnya
tergolong mampu.
C.Metode Penelitian
Dalam Penelitian ini metode yang digunakan adalah
motode kualitatif dalam bentuk deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang atau perilaku yan diamati. Penelitian ini menggunakan model
penelitian kualitatif deskriptif dengan kegiatan pengumpulan data yang terarah
berdasarkan tujuan pertanyaan-pertanyaan yang telah ditentukan.
D.Teknis Pemilihan Informan
Teknis
pemilihan informan yang digunakan adalah dengan purposive sampling, dengan cara
memilih key person kemudian pemilih akan berkembang sesuai dengan kebutuhan
informasi dan relevansi data yang diperlukan.
E.Metode Pengumpulan
Data
Selanjutnya kegiatan pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan dengan mengikuti pola yang dikemukakan oleh Miles
dan Huberman (1992), yakni melalui: 1). Wawancara, 2).Observasi.
Dalam
penelitian ini, peneliti akan menggunakan jenis wawancara dengan pedoman umum
dimana peneliti dilengkapi panduan wawancara yang sangat umum yang hanya akan
mencantumkan isu-isu yang harus diteliti tanpa menentukan urutan pertanyaan,
bahkan mungkin tanpa bentuk pertanyaan eksplisit. Peneliti juga akan menggunakan
model pertanyaan open question dan close question di dalamnya.
Peneliti juga menyertakan metode wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara
konvensasional yang informal, dimana proses wawancara ini didasarkan penuh pada
perkembangan pertanyaan secara spontan dalam interaksi alamiah. Dalam
penelitian ini peneliti akan menggunakan jenis observasi non partisipan, dimana
observer tidak ikut terlibat penuh dalam kegiatan observasi tersebut.
F.Validalitas Data
Teknik validalitas data yang digunakan adalah
triangulasi, yaitu pengumpulan data untuk mengumpulkan data yang sama. Hal ini
dilakukan untuk mengontrol data yang satu dengan data yang sama dari sumber
yang berbeda, sehingga data yang dihasilkan benar-benar akurat dan tepat.
G.Fokus Penelitian
Penelitian ini memfokuskan pada pelaksanaan Program
Beras untuk Rakyat Miskin(Raskin) di Kelurahan Bobosan Kecamatan Purwokerto
Utara.
H.Metode Analisis Data
Metode
analisis data dalam penelitian ini akan menggunakan metode seperti yang
dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992) dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Reduksi
Data
2. Penyajian
Data
3. Menarik
Kesimpulan
4. Verifikasi
Reduksi
data
dalam penelitian ini akan dilakukan dalam bentuk proses pemilihan, pengeditan,
pemusatan pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan di lapangan. Selanjutnya data yang merupakan sekumpulan
informasi yang tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan
dan pengambilan tindakan dalam penelitian ini akan disajikan dalam bentuk
matriks. Format matriks merupakan abstraksi atau penyederhanaan dari data kasar
yang diperoleh dari catatan di lapangan. Penyusunan matriks beserta penentuan
data kasar yang masuk akan dilakukan berdasarkan kasus atau topic bahasan.
Selanjutnya dari data yang terdapat disusun dalam matriks tersebut, kemudian
dilakukan penarikan kesimpulan yang dideskripsikan secara normatif.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAAN
A.Gambaran
Umum Desa Bobosan Kecamatan Purwokerto Utara
Desa Bobosan merupakan salah satu desa yang berada di
bawah wilayah administratif Kecamatan Purwokerto Utara dengan luas ±139,18 Ha.
Batas wilayah desa
sebagai berikut :
-
Sebelah Utara Kecamatan
Kedungbanteng
-
Sebelah Timur Kelurahan
Purwanegara
-
Sebelah Selatan
Kecamatan Purwokerto Barat
-
Sebelah Barat Kecamatan
Kedungbanteng
Jumlah penduduk menurut Jenis Kelamin, Laki-laki
2.851 jiwa, Perempuan 2.838 jiwa jumlah keseluruhan 5.689 jiwa. Julmah
perangkat desa:
-
Kepala Urusan 3 orang
-
Kepala Dusun 1 orang
-
Jumlah RT : 29 RT
-
Jumlah RW : 4 RW
Sarana
yang ada di Desa Bobosan Kecamatan Purwokerto Utara :
-
Sarana Peribadatan :
masjid 4 buah, moshola 14 buah,
-
Posyandu 12 buah,
-
Sarana Pendidikan : TK
2 buah, SD 3 buah.
B.Identitas Informan
Penelitian
Pada Bab ini akan diuraikan data-data hasil
penelitian yang berhasil dikumpulkan dari jawaban informan berdasarkan hasil
wawancara di lapangan. Wawancara dilakukan dengan 4orang informan yang terdiri
dari Staf Kasi Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Bobosan, serta Ketua RW 8 RW 3.
Data primer dalam penelitian berasal dari wawancara
dengan para informan yang dinilai
berkompeten untuk memberikan data yang dibutuhkan berkaitan dengan permasalahan
penelitian. Data primer yang telah dikumpulkan kemudian disajikan dalam bentuk
paparan dan penjelasan.
Pihak-pihak
yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah :
1. Bapak
Arief sebagai Kasi Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Bobosan.
2. Ibu
Bambang sebagai Ibu Ketua RT 8 RW 3 Kelurahan Bobosan.
3. Ibu
Mamien Sukarmi sebagai Ketua Dawis Kencur RT 8 RW 3.
4. Warga
masyarakat penerima Raskin:
a. Ibu
Maryati
b. Ibu
Takim
B.Pembahasan
Pada awal penulisan pengamatan ini telah
disebutkan bahwa tujuan dari pendistribusian Raskin ialah untuk memperkuat
ketahanan pangan rumah tangga terutama rumah tangga miskin dan mengurangi beban
pengeluaran Rumah Tangga Sasaran (RTS) melalui pemenuhan sebagian kebutuhan
pangan pokok dalam bentuk beras. Oleh karena itu, dalam setiap pendistribusian
Raskin perlu sekali diperhatikan dan diawasi sampai ke titik pusat distribusi
agar benar-benar tersalurkan dan terhindar dari penyelewengan jatah Raskin.
Pendekatan dalam implementasi program Raskin
menggunakan pendekatan Top Down yang sangat umum. Dikenal dalam wacana
Kebijakan Publik, padahal keputusan sering kali tidak selaras dengan materi
yang diinginkan oleh masyarakat
sebagai akibat dari gerak perubahan keinginan
masyarakat lebih cepat dari respon aparat biokrasi terhadap perubahan itu.
(Kendala administratif seringkali membuat aparat birokrasi terkesan bekerja
lambat), perbedaan karakter sosial antara birokrat dengan masyarakat
menyebabkan persepsi mereka berbeda terhadap satu persoalan yang sama.
Sungguhpun demikian Sabatier (Subarsono, 2005) juga
mengemukakan dua kelemahan lain dari pendekatan top-down yaitu:
1. Sebuah
kebijakan yang dirumuskan secara berkelanjutan walau secara jelas telah
dirumuskan, menyulitkan pemerintah menguak nuansa persoalan baru yang
berkembang dalam masyarakat.
2. Cenderung
melahirkan proses kebjakan publik yang tidak demokratis, bahkan sangat mungkin
melahirkan rezim politik yang otoritarian. Pembahasan terhadap implementasi akan
difokuskan pada isi dan lingkungan kebijakan dengan acuan Teori Merilee
Grindle. Masing-masing bagian ini akan dibahas berdasarkan fenomena penelitian
yang diamati. Proses analisis terhadap fenomena pengamatan dilakukan dengan
proses triangulasi baik dari sumber informasi maupun isi informasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu yang
terbatas pada saat tahap perencanaan menyebabkan program pelaksanaan Raskin
terkesan “dipaksakan”. Keterbatasan waktu tersebut turut mempengaruhi
keberhasilan pelaksanaan masing-masing tahapan dan keseluruhan program. Dalam
pentargetan ditemui adanya kesalahan sasaran (mistargeting) dalam tingkat yang
relatif tinggi. Hal ini terindikasi dari adanya rumah tangga tidak miskin yang
menjadi penerima Raskin (leakage) dan adanya pemerataan dalam satu RT yang
hampir satu RT menjadi penerima.
Beberapa
faktor yang diperkirakan melatarbelakangi kesalahan sasaran adalah:
1. Cukup
tingginya warga yang ingin mendapatkan Rakin;
2. Prosedur
penyaringan rumah tangga miskin (RTS) tidak dilakukan secara seksama;
3. Terdapat
Ketua RT yang member kebijakan dengan meratakan Raskin kepada sumua rumah
tangga di tingkat rukun tetangga (RT) tersebut;
4. Indikator
kemiskinan yang digunakan kurang sensitif dalam menangkap kondisi
sosial-ekonomi rumah tangga secara utuh;
5. Konsep
keluarga atau rumah tangga sasaran (RTS) Raskin tidak ditetapkan secara tegas.
Dari
hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa:
1. Alokasi
pentargetan kewilayahan sampai tingkat kecamatan relatif cukup baik, sesuai
dengan jumlah penduduk miskinnya;
2. Pentargetan
di tingkat RT atau RW menunjukkan hasil tingkat ketepatan sasaran yang tidak
sesuai.
Seperti halnya yang dikemukakan oleh ibu Bambang
sebagai Ibu Ketua RT 8 RW 3 Kelurahan Bobosan., ”Iya, saya paham siapa-siapa
yang seharusnya mendapat bantuan Raskin, yaitu orang miskin yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan hidup akan tetapi warga di sini semua minta jatah beras,
jadi ya dibagi rata
saja.
Walaupun itu jatahnya orang miskin, tetapi daripada ribut-ribut ya dikasih.
Warga saya harusnya yang dapat 4 orang tapi sana sini minta ya jadinya 12
orang.”
Kepentingan kelompok sasaran diakomodir dengan baik
melalui tingkat Kecamatan ke tingkat Kelurahan. Lewat pertemuan-pertemuan
bulanan, seperti yang dikemukakan oleh Bapak Arief sebagai Kasi Pemberdayaan
Masyarakat Kelurahan Bobosan, ”Sudah sering terjadi, masalah datang dari warga
setiap nanti pertemuan di tingkat kelurahan saya sampaikan kepada semua ketua
RT bahwa pembagian harus benar-benar sesuai data dari BPS, tapi mau bagaimana
lagi kalau warganya pada minta jatah semua yang harusnya dibagi buat 12 orang
se-RT jadi setiap orang yang dapat jatah. Ya, jatahnya yang seharusnya 15
kg/rumah tangga jadi 3 kg/rumah tangga
Seperti halnya yang dinyatakan oleh Ibu Mamien
Sukarmi sebagai Ketua Dawis Kencur RT 8 RW 3, ”ya, mau gimana lagi. Mong emang
warganya kaya gini mintanya adil, tapi adil ga adil. Yang pada punya motor
penghasilan tetap malah dapat Raskin, ada juga yang punya kebo banyak juga
dapat Raskin. Punya percetakan juga minta jatah. Saya sudah bilang sama RTnya,
tapi bisanya cuma bias pasrah sama warga.”
Hasil wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa
sebenarnya masyarakat paham siapa sasaran Raskin (RTS) akan tetapi karena
kondisi masyarakat, maka para pelaksana berdasarkan kesepakatan warga mengambil
kebijakan untuk membagi rata jatah Raskin pada semua warga. Pembagian jatah
Raskin secara merata ini sebetulnya telah memberikan gambaran bahwa terjadi
kesalahan dalam proses pendataan terhadap keluarga miskin. Persoalan akan
muncul apabila terjadi penambahan jumlah penduduk miskin di suatu wilayah.
Ketika jatah Raskin didasarkan pada sistem alokasi maka akan terjadi mekanisme
pengurangan jumlah beras yang diterima.
Kebijakan Program Raskin bagi rumah tangga miskin
diharapkan dapat menekan peningkatan proporsi penduduk miskin. Namun , tingkat
kemiskinan akan semakin tinggi jika tingkat ketepatan semakin rendah. Sementara
itu, masalah ketepatan sasaran sendiri dipengaruhi oleh
mekanisme penentuan/identifikasi sasaran. Mengingat
sasaran program adalah rumah tangga miskin, kriteria dan mekanisme penentuan
atau pengukuran kemiskinan menjadi sangat penting, walaupun konsep dan
pengukuran kemiskinan itu sendiri masih diperdebatkan oleh banyak kalangan.
Pengukuran kemiskinan dapat dibedakan dalam dua
tingkatan, ukuran kemiskinan makro dan mikro. Ukuran kemiskinan makro biasanya
diperlukan untuk pentargetan wilayah (geographic targeting), sedangkan ukuran
kemiskinan mikro dibutuhkan untuk sasaran rumah tangga/keluarga. Pemetaan
kemiskinan (poverty mapping), baik yang dihasilkan oleh BPS untuk seluruh
wilayah Indonesia menyediakan ukuran-ukuran kemiskinan untuk berbagai tingkatan
wilayah dari provinsi sampai dengan desa/kelurahan, yang merupakan salah satu
alat yang dapat digunakan untuk menentukan pentargetan kewilayahan. Sedangkan
untuk pengukuran kemiskinan mikro, yaitu rumah tangga/keluarga, dibutuhkan
suatu kriteria operasional yang dapat dengan mudah digunakan untuk
mengidentifikasi siapa dan bagaimana orang miskin. Untuk tujuan tersebut,
umumnya digunakan pendekatan karakteristik rumah tangga.
Selama ini, kriteria keluarga prasejahtera 2 dari
Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) banyak digunakan dalam penentuan sasaran penerima bantuan.
Namun, untuk penentuan sasaran penerima program Raskin kali ini, digunakan
kriteria miskin dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang ditentukan dengan
menggunakan metode uji pendekatan kemampuan (proxy-means testing) dan
didasarkan pada kerangka kerja kontekstual, yang berarti variabel kemiskinan
untuk tiap kabupaten/kota tidak selalu sama.
a.Manfaat
Raskin yang diterima oleh RTS
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum
tingkat kepuasan penerima terhadap
pelaksanaan Raskin adalah paling tinggi dibanding tingkat kepuasan aparat/tokoh
desa/kelurahan atau kabupaten/kota. Meskipun demikian, penerima maupun aparat/tokoh
di tingkat desa/kelurahan dan kabupaten/kota menilai sosialisasi merupakan
aspek yang paling tidak memuaskan. Sedangkan cara pencairan Raskin merupakan
aspek yang paling memuaskan. Hasil wawancara mendalam bukan penerima juga
menunjukkan kondisi tingkat kepuasan yang tidak jauh berbeda.
Penelitian ini juga menunjukkan adanya perbedaan
penilaian terhadap keberadaan Raskin. Sebagian aparat kurang setuju karena
menganggap Raskin sebagai “program yang hanya memberi ikan, bukannya kail”.
Sebagian aparat lainnya setuju sepanjang
pelaksanaannya tepat sasaran. Sementara itu, masyarakat penerima merasa
terbantu dengan keberadaan Raskin dan mereka menilai keberadaan program tidak
memengaruhi etos kerja.
Pedoman umum Raskin menunjukkan bahwa tujuan program
Raskin adalah mengurangi beban pengeluaran rumah tangga miskin melalui
pemenuhan pembagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras. Hal tersebut
sudah sesuai dengan yang dirasakan oleh warga seperti yang dikemukakan oleh ibu
Takim sebagai penerima raskin, ”Ya jelas bermanfaat sekali untuk saya disamping
harganya murah ya apalagi situasi sekarang kan tidak menentu.”
Demikian juga pernyataan dari ibu Maryati sebagai
penerima Raskin,”Iya ahamdulillah, saya senang sekali ada beras miskin ini, ya
soalnya harganya itu yang murah, pengeluaran per bulannya lebih irit. Ketimbang
kita kalau beli beras yang ada di warung harganya sampai Rp 6.000 itu saja Cuma
dapt 1 kg, kalau beras miskin kan Rp 4.800 dapat 3 kg to.. Sebenarnya si saya
harusnya dapat 15 kg tapi katanya pak RT suruh dibagi rata ya wis manut aja.”
Hasil dari wawancara tersebut dapat disimpulkan
bahwa masyarakat (RTS) sangat senang, merasa mendapatkan maanfaat, dan terbantu
dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokok berupa beras walaupun mereka hanya menerima
3 kg per rumah tangga dengan harga Rp 1600,-/kg seharusnya menurut PAGU Raskin 2009
per rumah tangga mendapat 15 kg dengan harga Rp 1.600/kg.
Meskipun demikian, sebagian besar RTS program Raskin
merasa bahwa pembagian beras kepada warga miskin mempunyai manfaat minimal
kebutuhan dalam satu minggu. Beberapa responden yang ditemui menyatakan bahwa
program ini harus terus dijalankan dan kalau bisa penerimaan beras dapat tepat
waktu dan tepat jumlah.
b.Ketepatan
sasaran Program Raskin
Penentuan RTS yang dapat menerima Raskin sudah
diputuskan oleh kelurahan yaitu dari BPS, berupa kartu yang sudah ada nama dan
alamatnya. Tetapi ada warga miskin yang tidak dapat Raskin. Sebaliknya warga
yang cukup mampu mendapatkan kartu sehingga terjadi keresahan. Untuk mengatasi
masalah ini ketua RW berperan dalam mengatur pembagian Raskin kepada warganya.
Contoh hasil wawancara dengan bapak Arief sebagai Kasi Pemberdayaan Masyarakat
Kelurahan Bobosan, “RT 3 RW3 warga yang mendapat Raskin 12 KK, jatah Raskin
hanya 180 sak @ 15 kg, Dengan musyawarah warga semua warga dapat 3 kg tiap KK. Lain
halnya yang terjadi di RT 1 RW 1 dimana 1 warga miskin yang menerima Raskin ya
tetap 1 yang menerima.”
Hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa
data BPS dapat dikatakan valid karena proses pendataannya terkoordinasi karena
terjun langsung ke lapangan tetapi RT dan RW (menurut ketua RT 8 RW 3, ada
warganya yang sudah tergolong mampu dapat Raskin), sehingga pengambilan
keputusan untuk pembagian Raskin atas musyawarah warga dan diputuskan oleh
ketua RT.
Pada dasarnya, kesederhanaan birokrasi
penyelenggaraan program Raskin yang diserahkan kepada Bulog dan pemerintah
daerah merupakan kunci keefisienan pelaksanaan program ini. Persoalan kemudian
muncul lebih karena kedua pelaksana tersebut adalah instansi yang para
karyawannya biasa bekerja dengan pendekatan teknis, sementara kemiskinan
merupakan persoalan yang berdimensi jamak dan memerlukan pendekatan sosial,
ekonomi, dan politik secara komprehensif.
c.Lingkungan
Kebijakan Program
Program Raskin atau sekarang lebih populer disebut
dengan pembagian beras miskin terkesan sebagai program “dadakan” yang hanya
mengejar target waktu untuk meredam gejolak sosial akibat kenaikan harga BBM.
Hal ini tampak dari sempitnya waktu yang tersedia untuk memverifikasi data
rumah tangga miskin. BPS hanya punya waktu sekitar sebulan untuk mempersiapkan
teknis Program Raskin. Mulai dari mengkoordinasikan kegiatan penyiapan data
rumah tangga miskin, sampai menyiapkan dan mendistribusikan kartu tanda
pengenal rumah tangga miskin, serta memberikan akses data tersebut kepada
instansi pemerintah lain yang melakukan kegiatan kesejahteraan sosial. Maka tak
heran jika isu yang kemudian mencuat ke permukaan adalah masalah pendataan yang
berakibat pada ketidaktepatan sasaran, di samping ketidakpuasan masyarakat atas
pendistribusian Program Raskin.
Ketidakpuasan ini bahkan diikuti oleh berbagai
pengaduan dan ancaman kepada petugas seperti RT, RW dan Kelurahan. Hal ini
dikarenakan tidak ada persiapan khusus ketika juklak (petunjuk pelaksanaan)
pengambilan bantuan Raskin disebarkan ke kelurahan di seluruh Indonesia.
Penanganan pengaduan tak lagi dapat dimaknai sekadar
sebagai saluran kotak saran/pengaduan tanpa kejelasan penanganannya. Proses
pengaduan harus berjalan berdasarkan suatu sistem/ mekanisme yang menjamin
masyarakat dapat menyampaikan pengaduannya secara mudah dan murah, ada pejabat
yang khusus menangani pengaduan, kejelasan waktu penyelesaiannya dan hasil
akhir dari pengaduan tersebut, berupa kompensasi ganti rugi atau denda, ataupun
perbaikan kebijakan dan pelaksanaan program.
Pengalaman memperlihatkan bahwa mekanisme pengaduan
merupakan aspek penting dalam pengelolaan pelayanan publik, seperti pendidikan,
kebersihan, dan kesehatan. Di Semarang, program yang bekerja sama dengan
pemerintah daerah dan tokoh-tokoh masyarakat ini menunjukkan bahwa dengan
adanya mekanisme pengaduan yang diatur dalam Surat Keputusan Walikota dan didirikannya
Pusat Penanganan Pengaduan Pelayanan Publik (P5), maka banyak pengaduan
masyarakat yang dapat ditindaklanjuti. Namun yang membedakan program berbasis
partisipasi masyarakat ini dengan program-program yang bersifat top-down, adalah
pelibatan masyarakat dalam pengidentifikasian masalah dan perumusan kebijakan
mengenai pelayanan publik dan mekanisme pengaduannya.
Berkaitan dengan Program Raskin, pemerintah perlu
segera mengoptimalkan fungsi infrastruktur pengaduan masyarakat di setiap
tingkat pemerintahan dan daerah untuk menampung dan menyelesaikan berbagai
pengaduan masyarakat menyangkut program Raskin. Tentu saja, untuk hal ini
pemerintah perlu melatih petugas penanganan pengaduan yang proaktif dan
sensitif.
Adanya mekanisme pengaduan yang jelas dapat
memberikan umpan balik bagi pelaksanaan program pada tahap-tahap selanjutnya,
selain menghindari munculnya berbagai aksi kekerasan dan gejolak sosial.
Pengembangan mekanisme pengaduan ini juga sepatutnya membuka kesempatan bagi munculnya
inisiatif lokal dalam penyelesaian masalah yang dihadapi. d.Kekuasaan,
kepentingan dan strategi implementasi Program Raskin
Keberhasilan suatu program juga dipengaruhi oleh
seberapa besar kekuasaan, kepentingan dan strategi yang dimiliki oleh para aktor
yang terlibat dalam implementasi kebijakan. Kekuasaan dan kepentingan yang
dimiliki dari sebuah implementasi yang ada diharapkan mampu mewujudkan kehendak
dan harapan rakyat. Strategi implementasi akan dapat mencapai keberhasilan
dalam pelaksanaan program yang sedang dilaksanakan. Kekuasaan/kewenangan dan
yang membuat strategi dalam distribusi Raskin di kelurahan Bobosan adalah para
ketua RT, sedangkan pak lurah hanya koordinator saja. Di tiap-tiap RT dan RW
strategi distribusi Raskin berbeda-beda tergantung kondisi masyarakatnya.
-
Di RT 1 RW 1, Raskin
dibagi merata kepada warga yang tidak mampu
-
Di RT 3 RW 3, Raskin
dibagi merata secara bergilir
-
Di RT 8 RW 3, Raskin
dibagi kepada semua warga yang meminta.
Berdasarkan data-data dan informasi di lapangan
dapat disimpulkan bahwa kekuasaan, kepentingan cukup mampu mewujudkan kehendak
dan harapan rakyat dan strategi implementasi yang dilakukan pada tiap-tiap RT dapat
mencapai keberhasilan (berjalan dengan lancar).
e.Kendala
Program Raskin di Kelurahan Gajahmungkur Kota Semarang
Pemerintah mengakui ada enam titik kritis atau
kelemahan yang harus dibenahi dalam pengucuran bantuan Raskin tahap pertama.
Keenam titik kritis tersebut meliputi:
-
proses pencacahan atau
pendataan rumah tangga miskin
-
proses penetapan
kategori rumah tangga miskin
-
proses pembagian kartu
-
proses penyaluran
bantuan
-
proses sosialisasi
-
proses penanganan
pengaduan
Sedangkan dari hasil wawancara dengan informan di
lapangan, kendala yang dihadapi program Raskin di kelurahan Bobosan Kecamatan
Purwokerto Utara ini antara lain:
-
Penyimpangan kualitas
beras yang kadang bagus kadang jelek.
-
Pembagian kartu Raskin
mengandung unsur subyektifitas sehingga tidak tepat sasaran.
-
Data RTS (Rumah Tangga
Sasaran) dari BPS tidak valid dan tertutup, sehingga ada warga miskin tidak
dapat kartu dan yang mampu dapat, sehingga menimbulkan ancaman, tuntutan dan
kecemburuan sosial.
-
Kebijakan ketua RT
bahwa semua warga dapat beras mengakibatkan pembagian Raskin tidak sesuai
dengan aturan (15 kg/RTS), hal ini diakibatkan kurang sadarnya warga mampu yang
seharusnya tidak dapat tetapi menuntut untuk mendapatkan bagiannya.
f.Konsep
Pengelolaan Raskin ke Depan
Dalam membahas kebijakan program Raskin, penulis
cenderung memilih teori dari Merilee S Grindle karena teori tersebut sesuai
dengan kebutuhan dari kebijakan program Raskin yang lebih membahas
masalah-masalah manajerial. Berdasarkan buku panduan umum Raskin keberhasilan
pelaksanaan program Raskin ditunjukkan dengan indikator 6 tepat :
-
Tepat Sasaran Penerima
Manfaat
Raskin hanya diberikan kepada RTS, dari data BPS
yang telah diverifikasi dalam pertemuan tingkat desa/kelurahan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa atas kesepakatan warga agar beras dibagi rata
untuk semua warga.
-
Tepat Jumlah
Tiap RTS mendapatkan 15 kg per bulan selama 12
bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akibat dibagi rata, maka setiap RTS
tidak mendapatkan jumlah beras sesuai aturan tergantung dari banyak sedikitnya
warga.
-
Tepat Harga; yaitu Rp
1.600/kg di titik distribusi.
Hasil penelitian tiap RTS membayar Rp 2.000/kg
sehingga lebih mahal Rp 400/ kg, dengan alasan untuk membayar plastik dan
transport.
-
Tepat Waktu; yaitu
sesuai dengan rencana (jadwal) distribusi. Hasil penelitian : kadang-kadang
mundur.
-
Tepat Administrasi;
terpenuhinya persyaratan administrasi secara benar dan tepat waktu. Hasil
penelitian: ada beberapa warga yang membayarnya tertunda (hutang).
-
Tepat Kualitas :
kondisi beras baik, sesuai dengan standart kualitas beras pemerintah. Hasil
penelitian : kadang-kadang beras bewarna agak kehitam-hitaman.
Hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
keberhasilan program Raskin yang ditujukkan dengan 6 indikator tersebut masih
rendah. Isu terkini di dalam penyelenggaraan negara adalah Good Governance.
Termasuk kebijakan publik juga harus diletakkan di dalam kerangka praktek Good
Governance di dalam kehidupan bersama. Ada 9 karakteristik Good Governance
yaitu :
-
Participation. Setiap
warga negara mempunyai suara dalam formulasi keputusan, baik secara langsung
maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya.
Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berasosasi dan berbicara
serta berpartisipasi secara kontruktif.
-
Rule of law. Kerangka
hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hokum untuk hak
asasi manusia.
-
Transparency.
Tranparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Proses-proses,
lembaga-lembaga dan informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang
membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dapat dimonitor.
-
Responsiveness.
Lembaga-lembaga dan proses-proses kelembagaan harus mencoba untuk melayani
setiap stakeholders.
-
Consensus orientation.
Good Governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh
pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas baik dalam hal
kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur.
-
Equity. Semua warga
negara, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai kesempatan untuk
meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka.
-
Effectiveness and
efficiency. Proses-proses dan lembaga-lembaga menghasilkan sesuai dengan apa
yang telah digariskan dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia sebaik
mungkin.
-
Accountability. Para
pembuat keputusan dalam pemerintahan, sector swasta dam masyarakat (civil
society) bertanggung jawab kepada public dan lembaga-lembaga stakeholders.
Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah
keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi.
-
Strategic vision. Para
pemimpin dan public harus mempunyai perspektif good governance gan pengembangan
manusia yang luas dan jauh ke depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk
pembangunan semacam ini. (Nugroho : 2003 :219)
Seharusnya kebijakan program Raskin dalam
implementasinya mengacu 9 karakteristik good governance tersebut. Akan tetapi
kalau kita lihat dari hasil penelitian, transparansi dan akuntabilitas tidak
dapat berjalan bersama-sama, artinya bisa transparan tapi tidak akuntabel.
Seharusnya di semua wilayah sensus rumah tangga
untuk mengumpulkan data sosial-ekonomi rumah tangga, termasuk struktur
demografi dan karakteristik rumah tangga. Hasil sensus tersebut selanjutnya
dipergunakan sebagai informasi dasar untuk melakukan analisis diskriminan guna
memisahkan penduduk miskin dengan penduduk bukan miskin. Setelah data calon
penerima program tersedia, program bantuan keluarga bersyarat dapat dimulai.
Persyaratan dapat dikaitkan dengan kriteria keluarga miskin di Indonesia.
Secara teoritis program Raskin memang berpotensi
sebagai program penanggulangan kemiskinan menyeluruh. Program ini dapat menjadi
alat bagi pemerintah untuk menanggulangi kesenjangan di masyarakat saat kondisi
perekonomian sedang krisis. Namun demikian, pelaksanaannya memerlukan
persiapan, perencanaan serta rancang bangun yang tepat, dan perlu diperhatikan
masalah yang berkaitan dengan ketergantungan masyarakat terhadap bantuan dari
pemerintah serta persoalan strategi pengakhiran program (exit strategy.) Selain
itu, pemerintah juga perlu memperhatikan beberapa hal berkaitan dengan
penerapan program pemberian bantuan keluarga miskin. Pertama, diperlukannya
percontohan dengan skala kecil sebelum program ini dijalankan secara nasional.
Kedua, bahwa program bantuan keluarga miskin yang lain hendaknya bisa
memberdayakan masyarakat miskin agar mereka kelak bisa keluar dari kemiskinan.
Dalam hal ini, pemberdayaan keluarga miskin merupakan salah satu faktor kunci
bagi perbaikan kesejahteraan masyarakat secara umum yang juga perlu mendapat
perhatian.
Harapan terbesar dari pelaksanaan Program Raskin ini
adalah sesuai dengan tujuan Program Raskin yaitu mengurangi beban pengeluaran
Rumah Tangga Miskin melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam
bentuk beras. Akan tetapi diharapkan pula pemerintah merancang program lain
yang dapat memberdayakan masyarakat miskin tersebut, sehingga tidak terlalu
bergantung pada program bantuan dari pemerintah.
BAB V
PENUTUP
A.Kesimpulan
Program Raskin adalah suatu program dari pemerintah
untuk mengurangi beban pengeluaran mengurangi beban
pengeluaran dari rumah tangga miskin sebagai sebuah bentuk dukungan dalam
meningkatkan ketahanan pangan dengan memberikan perlindungan sosial kepada
rumah tangga-rumah tangga miskin melalui distribusi beras murah dengan jumlah
maksimal 15 kg/ rumah tangga miskin/ bulan dengan masing-masing seharga Rp
1.600,00 per kg (netto) di titik distribusi. Program ini mencakup seluruh
propinsi, sementara tanggung jawab dari distribusi beras dari gudang sampai ke
titik distribusi di Kelurahan dipegang oleh Perum BULOG. Pelaksanaan program
Raskin Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak di beberapa
daerah selama ini masih banyak ditemukan berbagai penyimpangan, seperti hamper
semua warga mandapatkan Raskin. Seharusnya semua itu harus melalui prosedur
dari BPS tetapi para ketua RT membuat kebijakan yang perbeda demi keadilan para
warganya.
B. Saran
Pengelolaan
Raskin ke depan mengacu pada indikator kinerja Raskin terdapat enam tepat,
yaitu :
1.
Tepat Sasaran Penerima Manfaat
Upaya
penyempurnaan kartu penerima program harus dikoordinasikan dengan RT, RW dan
Kelurahan penerima Raskin sehingga transparan dan akuntabel.
2.
Tepat Jumlah
Jumlah
Raskin yang dibagikan ke masyarakat seharusnya sesuai dengan peraturan yang
ditetapkan oleh pemerintah. Saat ini (tahun 2009) ditetapkan 15 kg per RTS per
bulan, selama 12 bulan
3.
Tepat Harga
Harga
Raskin yang di bebankan pada masyarakat seharusnya sesuai dengan peraturan yang
ditetapkan oleh pemerintah. Saat ini (tahun 2009) ditetapkan Rp. 1.600 per
kilogram
4.
Tepat Waktu
Jadwal
distribusi ke masyarakat, sebaiknya sesuai dengan waktu yang dijadwalkan, oleh
karena itu dalam hal ini, pemerintah haurs membantu operasional penyaluran
raskin hingga sampai ke desa yang dituju.
5.
Tepat Administrasi
Pembayaran
Raskin yang tertunda (hutang) harus didesain dengan mempertimbangkan karakter
perilaku masyarakat penerima Raskin misalnya dengan cara menabung sesuai
kemampuan yang dikoordinir oleh tim yang ditunjuk RT, RW atau Kelurahan.
6.
Tepat Kualitas
Perlu
ditingkatkan terutama terkait dengan kualitas beras dimana kualitas beras ini
masih sangat rendah, ada kesan bahwa beras yang diberikan sebetulnya sudah
tidak layak untuk dimakan. Bulog sebagai penanggungjawab program Raskin perlu
mengupayakan penyediaan beras yang terjamin kualitasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ekowati,
Lilik. 2005. Perencanaan, Implementasi
dan Evaluasi atau Program. Surakarta : Pustaka Cakra
Nugroho,
Riant. 2003. Kebijakan Publik, Formulasi,
Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Siagian,
Sondang. 1983. Administrasi Pembangunan.
Jakarta: CV Haji Masagung
Soetomo.
2006. Strategi-strategi Pembangunan
Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Subarsono,
AG. 2005. Analisis Kebijakan Publik.
Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Thoha,
Miftah. 2002. Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. Jakarta: PT
Raja
Grafindo Persada
Undang-undang
No. 11 Tahun 2009.
Wahab,
Abdul. 2004. Analisis Kebijakan dari Formula Keimplementasian
Kebijakan
Negara. Jakarta : Bumi Aksara
Wibawa,
Samudra. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT Grafindo
Persada.
Yashin,
Sulcahn. 1997. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (KBI-Besar) serta Ejaan
Yang
Disempurnakan Dan Kosa Kata Baru. Surabaya: Amanah
www.google.co.id
www.bulog.co.id
http
: // www.kompas.com / kompas-cetak /0402/10/ ekonomi/ 847162.htm
Izin Share Ya Kaka buat Bahan Referensi
BalasHapusAssalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua, Sengaja ingin menulis sedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang kesulitan masalah keuangan ingin seperti saya.. Perkenalkan nama saya abdul rochman junaidy umur 38 tahun Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa Tumbal yaitu uang gaib karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar 785 juta saya sters hampir bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa melunasi hutang saya. Secara tidak sengajah sewaktu saya buka-buka internet saya menemukan salah satu situs abah duihantoro saya baca semua isi situs beliau akhirnya saya tertarik untuk meminta bantuan kepada abah duihantoro. Awalnya sih memang saya ragu dan tidak percaya tapi selama beberapa hari saya berpikir, akhirnya saya memberanikan diri menghubungi abah duihantoro di nomer 085298463149 singkat cerita alhamdulillah beliau sanggup membantu saya melalui pesugihan uang gaib sebesar 2 milyard dan pada saat itulah saya sangat pusing memikirkan bagaimana cara saya berusaha agar bisa memenuhi persyaratan yg abah sampaikan sedangkan saya tidak punya uang sama sekali. Akhirnya saya keliling mencari pinjaman alhamdulillah ada salah satu teman saya yg mau meminjamkan uangnya akhirnya saya bisa memenuhi
Hapussyarat yg abah duihantoro sampaikan.. singkat cerita selama 3 hari saya sudah memenuhi syaratnya saya dapat telpon dari abah untuk cek saldo rekening saya,, saya hampir pingsan melihat saldo rekening saya sebesar 2M 150 ribu rupiah. Singkat cerita bagi saudara(i) dimanapun anda berada jika anda menemukan pesan saya ini dan anda sudah berhasil mohon untuk di sebarkan agar saudara(i) kita yg diluar sana yg sedang dalam himpitan hutang atau ekonomi semua bisa bebas.. Jika saudara(i) ingin seperti saya silahkan konsultasi atau hubungi abah duihantoro di 085298463149 / whatsapp +6285298463149 sosok beliau sagat baik dan peramah dan sagat antusias membantu orang susah. Demi allah demi tuhan inilah kisah nyata saya abdul rochman junaidy semoga dengan adanya pesan singkat ini bisa bermanfaat sekian dan terima kasih...
ijin copi mbak buat tugas
BalasHapus